WELCOME

Our Services

Lovely Design

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Great Concept

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Development

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

User Friendly

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Recent Work

Wednesday, August 14, 2019

JATI DIRI & AQIDAH IPNU IPPNU


A.    JATI DIRI IPNU-IPPNU

1.   Hakikat dan Fungsi IPNU-IPPNU

a)      Hakikat


IPNU-IPPNU adalah wadah perjuangan pelajar NU untuk menyosialisasikan komitmen nilai-nilai keislaman, kebangsaan, keilmuan, kekaderan, dan keterpelajaran dalam upaya penggalian dan pembinaan kemampuan yang dimiliki sumber daya anggota, yang senantiasa mengamalkan kerja nyata demi tegaknya ajaran Islam Ahlussunnah wal jamaah dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

b)      Fungsi


IPNU-IPPNU berfungsi sebagai:
(1)  Wadah berhimpun Pelajar baik putra maupun putri NU untuk mencetak kader aqidah.

(2)  Wadah berhimpun pelajar baik putra maupun putri NU untuk mencetak kader ilmu.
(3)  Wadah berhimpun pelajar baik putra maupun putri NU untuk mencetak kader organisasi.

Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran panggilan dan pembinaan (target kelompok) IPNU-IPPNU adalah setiap pelajar bangsa (siswa dan santri) yang syarat keanggotaannya ketentuan dalam PD/PRT.

c)      Posisi IPNU-IPPNU

(1)  Intern (dalam lingkungan NU)

IPNU-IPPNU sebagai perangkat dan badan otonom NU, secara kelembagaan memiliki kedudukan yang sama dan sederajat dengan badan-badan otonom lainnya, yaitu memiliki tugas utama melaksanakan kebijakan NU, khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Masing-masing badan yang berdiri sendiri itu hanya dapat dibedakan dengan melihat kelompok yang menjadi sasaran dan bidang garapannya masing-masing.
(2)  Ekstern (di luar lingkungan NU)

IPNU-IPPNU adalah bagian integral dari generasi muda Indonesia yang memiliki tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa dan Negara Republik Indonesia dan merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya dan cita-cita perjuangan NU serta cita-cita bangsa Indonesia.

d)      Orientasi IPNU-IPPNU


Orientasi IPNU-IPPNU berpijak pada kesemestaan organisasi dan anggotanya untuk senantiasa menempatkan gerakannya pada ranah keterpelajaran dengan kaidah “belajar, berjuang, dan bertaqwa,” yang bercorak dasar dengan wawasan kebangsaan, keislaman, keilmuan, kekaderan, dan keterpelajaran.
(1)  Wawasan Kebangsaan

Wawasan kebangsaan ialah wawasan yang dijiwai oleh asas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan, yang mengakui keberagaman masyarakat, budaya, yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, hakekat dan martabat manusia, yang memiliki tekad dan kepedulian terhadap nasib bangsa dan negara berlandaskan prinsip keadilan, persamaan, dan demokrasi.
(2)  Wawasan Keislaman

Wawasan keislaman adalah wawasan yang menempatkan ajaran agama Islam sebagai sumber nilai dalam menunaikan segala tindakan dan kerja-kerja peradaban. Ajaran Islam sebagai ajaran yang merahmati seluruh alam, mempunyai sifat memperbaiki dan menyempurnakan seluruh nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, IPNU-IPPNU dalam bermasyarakat bersikap tawashut dan i’tidal, menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kejujuran di tengah-tengah kehidupan masyarakat, bersikap membangun dan menghindari sikap tatharruf (ekstrem, melaksanakan kehendak dengan menggunakan kekuasaan dan kezaliman); tasamuh, toleran terhadap perbedaan pendapat, baik dalam masalah keagamaan, kemasyarakatan, maupun kebudayaan; tawazun, seimbang dan menjalin hubungan antar manusia dan Tuhannya, serta manusia dengan lingkungannya; amar ma’ruf nahy munkar, memiliki kecenderungan untuk melaksanakan usaha perbaikan, serta mencegah terjadinya kerusakan harkat kemanusiaan dan kerusakan lingkungan, mandiri, bebas, terbuka, bertanggung jawab dalam berfikir, bersikap, dan bertindak.
(3)  Wawasan Keilmuan

Wawasan keilmuan adalah wawasan yang menempatkan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk mengembangkan kecerdasan anggota dan kader. Sehingga ilmu pengetahuan memungkinkan anggota untuk mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya dan tidak menjadi beban sosial lingkungan. Dengan ilmu pengetahuan, akan memungkinan mencetak kader mandiri, memiliki harga diri, dan kepercayaan diri sendiri dan dasar kesadaran yang wajar akan kemampuan dirinya dalam masyarakat sebagai anggota masyarakat yang berguna.
(4)  Wawasan Kekaderan
Wawasan kekaderan ialah wawasan yang menempatkan organisasi sebagai wadah untuk membina anggota, agar menjadi kader–kader yang memiliki komitmen terhadap ideologi dan cita–cita perjuangan organisasi, bertanggungjawab dalam mengembangkan dan membentengi organisasi, juga diharapkan dapat membentuk pribadi yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam ala ahlussunnah wal jamaah, memiliki wawasan kebangsaan yang luas dan utuh, memiliki komitmen terhadap ilmu pengetahuan, serta memiliki kemampuan teknis mengembangkan organisasi, kepemimpinan, kemandirian, dan populis.
(5)  Wawasan Keterpelajaran

Wawasan keterpelajaran ialah wawasan yang menempatkan organisasi dan anggota pada pemantapan diri sebagai center of excellence (pusat keutamaan) pemberdayaan sumberdaya manusia terdidik yang berilmu, berkeahlian, dan mempunyai pandangan ke depan, yang diikuti kejelasan tugas sucinya, sekaligus rencana yang cermat dan pelaksanaannya yang berpihak pada kebenaran.
Wawasan ini mensyaratkan watak organisasi dan anggotanya untuk senantiasa memiliki hasrat ingin tahu dan belajar terus menerus; mencintai masyarakat belajar; mempertajam kemampuan mengurai dan menyelidik persoalan; kemampuan menyelaraskan berbagai pemikiran agar dapat membaca kenyataan yang sesungguhnya; terbuka menerima perubahan, pandangan dan cara-cara baru; menjunjung tinggi nilai, norma, kaidah dan tradisi serta sejarah keilmuan; dan berpandangan ke masa depan

B.    AQIDAH DAN ASAS

1.   Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama & Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama beraqidah Islam dengan menganut paham ahlussunnah wal jamaah.
2.   Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat/ kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 

C.    SIFAT DAN FUNGSI

Sifat : IPNU-IPPNU adalah organisasi yang bersifat keterpelajaran, kekaderan, kemasyarakatan, kebangsaan dan keagamaan
IPNU-IPPNU berfungsi sebagai:
1.   Wadah perjuangan pelajar baik putra maupun putri Nahdlatul Ulama dalam pendidikan dan kepelajaran.
2.   Wadah kaderisasi pelajar baik putra maupun putri untuk mempersiapkan kader-kader penerus Nahdlatul Ulama dan pemimpin bangsa.
3.   Wadah penguatan pelajar baik putra maupun putri dalam melaksanakan dan mengembangkan Islam ahlussunah wal-Jamaah untuk melanjutkan semangat, jiwa dan nilai-nilai nahdliyah.
       4. Wadah komunikasi pelajar untuk memperkokoh ukhuwah nahdliyah, islamiyah, insaniyah  
           dan wathoniyah. 

LANDASAN ORGANISASI IPNU IPPNU

 LANDASAN ORGANISASI

Doc Pelantikan 2017

1.   Ukhuwwah



Sebuah gerakan mengandalkan sebuah kebersamaan, karena itu perlu diikat dengan ukhuwah (persaudaraan) atau solidaritas (perasaan setia kawan) yang kuat (al urwah al-wutsqo) sebagai perekat gerakan. Adapun gerakan ukhuwah IPNU-IPPNU meliputi:

a)      Ukhuwwah Nahdliyyah


Sebagai gerakan yang berbasis NU ukhuwah nahdliyah harus menjadi prinsip utama sebelum melangkah ke ukhuwah yang lain. Ini bukan untuk memupuk sektarianisme, melainkan sebaliknya sebagai pengokoh ukhuwah yang lain, sebab hanya kaum nahdiyin yang mempunyai sistem pemahaman keagamaan yang mendalam dan bercorak sufistik yang moderat dan selalu menghargai perbedaan serta gigih menjaga kemajemukan budaya, tradisi, kepercayaan dan agama yang ada.
Kader IPNU-IPPNU yang mengabaikan ukhuwah nahdiyah adalah sebuah penyimpangan. Sebab ukhuwah tanpa dasar aqidah yang kuat akan mudah pudar karena tanpa dasar dan sering dicurangi dan dibelokkan untuk kepentingan pribadi. Ukhuwah nahdliyah berperan sebagai landasan ukhuwah yang lain. Karena ukhuwah bukanlah tanggapan yang bersifat serta merta, melainkan sebuah keyakinan, penghayatan, dan pandangan yang utuh serta matang yang secara terus menerus perlu dikuatkan.

b)      Ukhuwwah Islamiyyah


Ukhuwah Islamiyah mempunyai ruang lingkup lebih luas yang melintasi aliran dan madzhab dalam Islam. Oleh sebab itu ukhuwah ini harus dilandasi dengan kejujuran, cinta kasih, dan rasa saling percaya. Tanpa landasan tersebut ukhuwah islamiyah sering diselewengkan oleh kelompok tertentu untuk menguasai yang lain. Relasi semacam itu harus ditolak, sehingga harus dikembangkan ukhuwah islamiyah yang jujur dan amanah serta adil.
Ukhuwah Islamiyah dijalankan untuk kesejahteraan umat Islam serta tidak diarahkan untuk menggangu ketentraman agama atau pihak yang lain. Dengan ukhuwah Islamiyah yang adil itu umat Islam Indonesia dan seluruh dunia bisa saling mengembangkan, menghormati, melindungi serta membela dari gangguan kelompok lain yang membahayakan keberadaan iman, budaya dan masyarakat Islam secara keseluruhan.

c)      Ukhuwwah Wathaniyyah


Sebagai organisasi yang berwawasan kebangsaan, maka IPNU-IPPNU berkewajiban untuk mengembangkan dan menjaga ukhuwah wathoniyah (solidaritas nasional). Dalam kenyataannya bangsa ini tidak hanya terdiri dari berbagai warna kulit, agama dan budaya, tetapi juga mempunyai berbagai pandangan hidup.
IPNU-IPPNU, yang lahir dari akar budaya bangsa ini, tidak pernah mengalami ketegangan dengan konsep kebangsaan yang ada. Sebab keislaman IPNU-IPPNU adalah bentuk dari Islam Indonesia (Islam yang berkembang dan melebur dengan tradisi dan budaya Indonesia); bukan Islam di Indonesia (Islam yang baru datang dan tidak berakar dalam budaya Indonesia).
Karena itulah IPNU-IPPNU berkewajiban turut mengembangkan ukhuwah wathaniyah untuk menjaga kerukunan nasional. Karena dengan adanya ukhuwah wathaniyah ini keberadaan NU, umat Islam dan agama lain terjaga. Bila seluruh bagian bangsa ini kuat, maka akan disegani bangsa lain dan mampu menahan penjajahan –dalam bentuk apapun- dari bangsa lain. Dalam kerangka kepentingan itulah IPNU-IPPNU selalu gigih menegakkan nasionalisme sebagai upaya menjaga keutuhan dan menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa Indonesia.

d)      Ukhuwwah Basyariyyah


Walaupun NU memegang teguh prinsip ukhuwah nahdliyah, ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathaniyah, namun NU tidak berpandangan dan berukhuwah sempit. NU tetap menjunjung solidaritas kemanusiaan seluruh dunia (ukhuwah dualiyah), menolak pemerasan dan penjajahan (imperialisme dan neo-imperialisme) satu bangsa atas bangsa lainnya karena hal itu mengingkari martabat kemanusiaan. Bagi IPNU-IPPNU, penciptaan tata dunia yang adil tanpa penindasan dan peghisapan merupakan keniscayaan. Menggunakan isu kemanusiaan sebagai sarana penjajahan merupakan tindakan yang harus dicegah agar tidak meruntuhkan martabat kemanusiaan.
Ukhuwah basyariyah memandang manusia sebagai manusia, tidak tersekat oleh tembok agama, warna kulit atau pandangan hidup; semuanya ada dalam satu persaudaraan dunia. Persaudaran ini tidak bersifat pasif (diam di tempat), tetapi selalu giat membuat inisiatif (berikhtiar) dan menciptakan terobosan baru dengan berusaha menciptakan tata dunia baru yang lebih adil,beradab dan terbebas dari penjajahan dalam bentuk apapun.

2.   Amanah


Dalam kehidupan yang serba bersifat duniawi (kebendaan), sikap amanah mendapat tantangan besar yang harus terus dipertahankan. Sikap amanah (saling percaya) ditumbuhkan dengan membangun kejujuran, baik pada diri sendiri maupun pihak lain. Sikap tidak jujur akan menodai prinsip amanah, karena itu pelakunya harus dikenai sangsi organisasi secara tegas. Amanah sebagai ruh gerakan harus terus dipertahankan, dibiasakan dan diwariskan secara turun temurun dalam sikap dan perilaku sehari-hari

3.   Ibadah (Pengabdian)


Berjuang dalam NU untuk masyarakat dan bangsa haruslah berangkat dari semangat pengabdian, baik mengabdi pada IPNU-IPPNU, umat, bangsa, dan seluruh umat manusia. Dengan demikian mengabdi di IPNU-IPPNU bukan untuk mencari penghasilan, pengaruh atau jabatan, melainkan merupakan ibadah yang mulia. Dengan semangat pengabdian itu setiap kader akan gigih dan ikhlas membangun dan memajukan IPNU-IPPNU. Tanpa semangat pengabdian, IPNU-IPPNU hanya dijadikan tempat mencari kehidupan, menjadi batu loncatan untuk memproleh kepentingan pribadi atau golongan.
Lemahnya organisasi dan ciutnya gerakan IPNU-IPPNU selama ini terjadi karena pudarnya jiwa pengabdian para pengurusnya. Pengalaman tersebut sudah semestinya dijadikan pijakan untuk membarui gerakan organisasi dengan memperkokoh jiwa pengabdian para pengurus dan kadernya. Semangat pengabdian itulah yang pada gilirannya akan membuat gerakan dan kerja-kerja peradaban IPNU-IPPNU akan semakin dinamis dan nyata.

4.   Asketik (Kesederhanaan)

Sikap amanah dan pengabdian serta idealisme muncul bila seseorang memiliki jiwa asketik (bersikap zuhud/sederhana). Karena pada dasarnya sikap materialistik (hubbu al-dunya) akan menggerogoti sikap amanah dan akan merapuhkan semangat pengabdian, karena dipenuhi pamrih duniawi. Maka, sikap zuhud adalah suatu keharusan bagi aktivis IPNU-IPPNU. Sikap ini bukan berarti anti duniawi atau anti kemajuan, akan tetapi menempuh hidup sederhana, tahu batas, tahu kepantasan sebagaimana diajarkan oleh para salafus sholihin. Dengan sikap asketik itu keutuhan dan kemurnian perjuangan IPNU-IPPNU akan terjaga, sehingga kekuatan moral yang dimiliki bisa digunakan untuk menata bangsa ini.

5.   Non-Kolaborasi


Landasan berorganisasi non-kolaborasi harus ditegaskan kembali, mengingat dewasa ini banyak lembaga yang didukung oleh pemodal asing yang menawarkan berbagai jasa dan dana yang tujuannya bukan untuk memandirikan, melainkan untuk menciptakan ketergantungan dan pengaburan terhadap khittah serta prinsip-prinsip gerakan NU secara umum, melalui campur tangan dan pemaksaan ide dan agenda mereka. Karena itu untuk menjaga kemandirian, maka IPNU-IPPNU harus menolak untuk berkolaborasi (bekerja sama) dengan kekuatan pemodal asing baik secara akademik, politik, maupun ekonomi. Selanjutnya kader-kader IPNU-IPPNU berkewajiban membangun paradigma (kerangka) keilmuan sendiri, sistem politik dan sistem ekonomi sendiri yang berakar pada budaya sejarah bangsa nusantara sendiri.

6.   Komitmen Pada Korp


Untuk menerapkan prinsip-prinsip serta menggerakkan roda organisasi, maka perlu adanya kesetiaan dan kekompakan dalam korp (himpunan) organisasi. Karena itu seluruh anggota korp harus secara bulat menerima keyakinan utama yang menjadi pandangan hidup dan seluruh prinsip organisasi. Demikian juga pimpinan, tidak hanya cukup menerima ideologi dan prinsip pergerakan semata, tetapi harus menjadi pelopor, teladan dan penggerak prinsip-prinsip tersebut.
Segala kebijakan pimpinan haruslah mencerminkan suara seluruh anggota organisasi. Dengan demikian seluruh anggota korp harus tunduk dan setia pada pimpinan. Dalam menegakkan prinsip dan melaksanakan program, pimpinan harus tegas memberi ganjaran dan sanksi pada anggota korp. Sebaliknya, anggota harus berani bersikap terbuka dan tegas pada pimpinan dan berani menegur dan meluruskan bila terjadi penyimpangan

7.   Kritik-Otokritik


Untuk menjaga keberlangsungan organisasi serta memperlancar jalannya program, maka perlu adanya cara kerja organisasi. Untuk mengatasi kemungkinan terjadinya kemandekan atau bahkan penyimpangan, maka dibutuhkan kontrol terhadap kinerja dalam bentuk kritik-otokritik (saling koreksi dan introspeksi diri). Kritik-otokritik ini bukan dilandasi semangat permusuhan tetapi dilandasi semangat persaudaraan dan rasa kasih sayang demi perbaikan dan kemajuan IPNU-IPPNU.

Monday, August 12, 2019

MENGENAL NAHDLATUL ULAMA

MENGENAL NAHDLATUL ULAMA "Melestarikan Perjuangan Para Ulama dan Kyai"


Berdirinya NU tidak lepas dari peran penting dua orang tokoh besar yaitu KH Hasyim Asyari dan KH Wahab Hasbullah,. Pada sekitar tahun 1913 Pondok pesantren Tebu ireng diserng oleh tentara Belanda bangunan pondok dihancurkan berkeping – keping kitab – kitab agama dirampas dan kemudian dibakar dan dimusnahkan, kemudian pemerintah Kolonial mengumumkan bahwa Pondok Pesantren Tebu Ireng adalah Sarang pemberontok dan ekstrimis, Kepada Para santri KH Hasyim Asyari’ mengatakan “ Justru kejadian ini menambah semangat kita untuk berjuang menegakkan islam dan kemerdekaan yang Hakiki “

 Kejadian tersebut diketahui oleh seluruh pondok pesantren diseluruh pulau jawa dan Madura,maka berdatanganlah bantuan moril dan materiil yang tidak sedikit yang kemudian dapat dipergunakan untuk membangun kembali pondok pesantren yang telah hancur lumat, dalam waktu singkat sekitar 8 bulan pondok pesantren Tebu ireng telah pulih bahkan lebih megah.

Pada Tahun 1914 seorang pemuda bernama Wahab hasbullah kembali dari menuntut ilmu dari kotamakkah kemudian ia menikah denga putri seorang kyai dari Surabaya bernama Kyai Musa, ia kemudian menetap di kertopaten,kemudin selang beberapa lama iapun tertarik dengan perkembangan Sarekat Islam ( SI ) yang maju pesat untuk ikut bersama – sama berperan, kemudian bersama – sama dengan partisipasi para dermawan yang ada di Surabaya yang dipelopori oleh KH Abd Kahar berdirilah gedung bertingkatdi Surabaya ( Kampung Kawatan Gg. IV ) yang kemudian dikenl dengan Nahdlatul Wathan dan pada 1916 perguruan ini mendapat Rechtpersoon ( Pengakuan resmi berbadan hukum “ dengan susunan pengurus :

KH Abdul Kahar sebagai direktur,
KH Wahab Hasbullah sebagai Pemimpin Sekolah ( Ke – Ulama-an )
dan KH Mas Mansur diangkat sebagai Kepala sekolah, dibantu KH Ridwan Abdullah.

Pada perjalanannya KH Wahab Hasbullah memimpin Nahdlatul Wathan dengan seluruh kelompok islam secara umum baik yang berhaluan tradisionil ( Bermadzhab ) dan kelompok modernis ( Non Madzhab ).

Perlu diketahui bahwa mulai dasa warsa pertama di abad XX , timbul 2 kelompok gerakan islam yang pola pemikirannya tidak dapat dipersatukan yaitu kelompok timbul 2 kelompok gerakan islam yang pola pemikirannya tidak dapat dipersatukan yaitu kelompok islam modernis dan kelompok islam tradisionalis, kaum modernis pada pokoknya anti madzhab dan kelompok tradisionalis tetap mempertahankan madzhab, pada era selanjutnya,sering terjadi perdebatan pedebatan yang diakibatkan oleh perbedaan pemikiran diantara keduanya,

KH Wahab Hasbullah sering kali mendapat serangan – serangan dari kelompok modernis yang berada di SI maupun dari KH Mas Mansur itu sendiri, Meski tujuan dari kelompok ini adalah memperjuangkan rasa nasionalisme, serangan – serangan teramat sering di8lancarkan oleh kaum reformis modernis sehingga KH Wahab Hasbullah terpaksa melayaninya, mulai dari perdebatan itu aka terlihat jelas adanya perbedaan pandangan antara KH Mas Mansur dengan KH Wahab Hasbullah yang pada akhirnya KH Mas Mansur lebih memilih untuk bergabung dengan kelompok modernis opada tahun 1921 hal ini berawal ketika KH Ahmad Dahlan sering datang ke Surabaya memberikan ceramah – ceramah,dan beliau berhasil menggaet KH Mas mansur untuk memasuki kelompok Muhammadiyyah yang berhaluan Modernis yang anti madzhab.

Dan perbedaan mencapai puncaknya pada tahun 1922 ,KH Mas Mansur secara jelas menyatakan bahwa ia berpisah dengan KH Wahab Hasbullah. Serangan demi serangan terus bermunculandari kelompok modernis dan akhirnya KH Wahab Hasbullah menyadari bahwa serangan – serangan tersebut tidak mungkin beliau hadapi sendiri,maka pada tahun 1924 KH Wahab Hasbullah mendirikan kursus “Masailud Diniyyah “ guna menambah pengetahuan bagi ulama – ulama muda yang mempertahankan faham ahlussunnah wal jamaah dengan tetap bermadzhab. Kegiatan kursus ini kemudian dipusatkan di madrasah Nahdlatul Wathon dengan insensitas pertemuan 3 kali seminggu, peserta diskursus ini tidaknya dari wilayah Jawa Timur tetapi juga dari Jawa Tengah dan Jawa Barat,

kemudian beliau memohon bantuan sahabat-sahabatnya untuk membantu,seperti KH Bisri SYansuri ( Jombang ) KH Abdul Halim ( Leuwi Munding Cirebon ) dan KH Mas Alwi Abdul Aziz dan KH Ridwan Abdullah dari Surabaya, KH Maksum dan KH kholil dari Lasem Rembang, sedangkan dari kelompok muda seperri KH wahab dan Abdulla Ubaid dari KawatanSurabaya, serta Hasan Nawawi juga dari Surabaya. Dan pada akhirnya kelompok diskursus itu merupakan kelompok yang kuat dan ampuh sebagai senjata untuk memerangi faham modernis, memang sepertinya mereka dipersiapkan untuk menepis serangan kelompok modernis, terutama perdebatan masalah khilafiyah, .

Tetapi KH Wahab agaknya masih kurang yakin terhadap keampuhan pertahanan maka pada tahun 1924 , beeliau mengusulkan terbentuknya organisasi ulama kepada KH Hasyim Asy’ari, berawal sari sinilah maka kemudian lahir organisasi ulama di bawah kepemimpinan KH Hasyim Asyari. Sebelumnya KH Wahab Hasbullah terlibat dalam SI, Indronesische Studest Club, Nahdlatyul Wathon,Subanul Wathon,dan dalam diskursus itu tidak lepas dari tujuan utama memupuk rasa Nasionalisme, dan tekad itu,terbukti pada saat undangan Komite Hijaz diedarkan pada tanggal 31 Januari 1926, Maka setelah itu sepakat untuk mendirikan Jamiyah Nahdlatul Ulama. ( NU )

adapun kepengurusan pad NU 1926 adalah sebaai berikut :
SYURIYAH :
Rais Akbar : KH Hasyim Asyari Jombang
Katib Rais : KH Abdul Wahab Hasbullah
Kertopaten MUSTAYAR : KH. Moh Zubair Gresik

TANFIDZIYAH : Ketua : KH Hasan Gipo Surabaya
Wakil Ketua : H Soleh Samil, Surabaya
Sekretaris : Moh Sodiq ( Sugeng ) Surabaya
Wakil sekretaris : H. Nawawi Surabaya
Bendahara : H. Muhammad Burhan Surabaya : H. Jafar Surabaya
KOMISARIS : K . Nahrowi Surabaya

Sedang pada tahap berikutnya disepakatilah lambang Nahdlatul Ulama sesuai dengan mimpi KH Ridwan Abdullah dari Jombang Jawa Timur. Selama Ini yang kita ketahui, NU berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 atau 14 tahun sesudah Muhammadiyah berdiri karena Muhammadiyah berdiri pada Tahun 1912. Tetapi, secara tradisi, budaya, cara keberagamaan NU sudah ada sejak berabad – abad yang lalu bersamaan dengan awal perkembangan Islam di Indonesia yang disebarkan oleh Walisongo.

Dalam mengembangkan dakwah Islam di Nusantara, para wali tersebut menggunakan cara – cara yang santun, pendekatan akhlaq, Uswah dan sangat menghormati semua tradisi masyarakat yang sudah ada / hadir di masyarakat. Namun demikian bukan berarti semua tradisi yang ada dianggap benar, melainkan secara perlahan – lahan dimasuki dan diganti dengan unsur – unsur Islam.

Sebagai bukti adalah beberapa tradisi budaya yang saat ini masih ada di kalangan Nahdhiyyin sebagai berikut :

1. Dalam masyarakat Syiwa – Budha ajaran Yoga tantra dari sekte Sakhta ada tradisi yang dinamakan Upacara Pancamakara / Ma – Lima / 5 M : Mamsya (daging), Matsya (ikan), Madya (Minuman keras), Maituna (bersetubuh), Mudra (semadi). Peserta upacara terdiri dari laki – laki dan perempuan membentuk lingkaran. Kemudian di tengahnya terdapat makanan, lauk pauk dan Miras. Nah, para wali kemudian mengubah upacara ini dengan tetap membentuk lingkaran tetapi makanan diganti dengan berbentuk makanan dan minuman yang halal serta tidak ada semadi tetapi diganti dengan sekian rapalan doa tahlil. Tradisi inilah yang sekarang kita kenal dengan istilah kenduri. Istilah ini sendiri berasal dari bahasa persia yaitu “ Kandhuri” yang berarti Upacara. Di persia ada Upacara Kandhuri untuk memperingati Fatimatuzzahro.

2. Dulu ketika masyarakat beribadah namanya “Sembah Yang”. Sulit rasanya mengubah menjadi “Shalat”. Makanya diganti dengan kata Sembayang. Begitu juga kata Sanggar yang digunakan sebagai tempat sembahyang diganti dengan kata Langgar agar tidak kesulitan mengucapkan Mushalla. Dalam Masyarakat juga ada tradisi menahan makan dan minum yang disebut Upawasa. Kata Shoum tentu sulit diterima. Maka yang digunakan adalah puasa. Ada beberapa konsep pembinaan umat dan para alim ulama kita yang perlu kita pahami dan kita pedomani dalam membina umat Nahdlatul Ulama serta menumbuhkan dinamika perjuangan NU ke depan.

Konsep – konsep tersebut adalah :

1. Pengertian Mabadi Khoiru Ummah ( KH. Mahfudz Siddiq )
2. Pengertian panca Gerakan NU ( KH. Ali Ma’shum )
3. Pengertian Khittah NU 1926 ( KH. Akhmad Shiddiq )
4. Perkembangan dan Dinamika Perjuangan NU

Mabadi Khoiru Ummah
Mabadi khoiru Ummah adalah nilai – nilai keteladanan yang membentuk karakter warga NU melalui upaya pemahaman keagamaan NU yang bertumpu pada 5 (lima) sendi , yaitu : Al shidqu, Al Amanah, Al Adalah, Al Ta’awun, Al Istiqomah :

a Al Shidqu Artinya kejujuran, kebenaran, kesungguhan, dan keterbukaan di dalam menampilkan suatu masalah
b Al Shidqu Artinya dapat dipercaya, setia dan tepat janji
c Al Adalah Artinya sikap Adil
d Al Ta’awun Artinya tolong menolong, setia kawan dan gotong royong
e Al Istiqomah Artinya Keajekan atau konsisten, kesinambungan dan berkelanjutan Buah dari pemahaman keagamaan dan sikap kemasyarakatan membentuk tingkah laku dan nilai – nilai keteladanan NU yang dapat membedakan antara karakter NU dengan tingkah laku organisasi lain di luar NU.

Panca Gerakan NU Doktrin Panca Gerakan NU

merupakan konsep pembinaan umat dari KH Ali Ma’shum, untuk menumbuhkan pemahaman terhadap kesadaran warga Nahdliyyin tentang tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan. Konsep tersebut Intinya :
a. Al Tsiqoh Bi NU Setiap warga NU harus yakin dan percaya penuh terhadap NU sebagai satu – satunya tuntunan hidup yang benar
b. Al Ma’rifah Wa Al Istqon Bi NU Setiap warga NU harus benar-benar memberi bobot ilmiah tentang NU dengan sungguh-sungguh
c. Al Amal Bi Al Ta’lim Bi NU Setiap warga NU harus mempraktekkan ajaran dan tuntunan NU
d. AL Jihad Fi Sabil NU Setiap warga NU harus memperjuangkan NU agar tetap lestari dan terus berkembang pesat
e. Al Shabru Fi Sabil NU Setiap waraga NU harus bersabar dalam melakukan tugas, menghadapi rintangan kegagalanmaupun sabar terhadap rayuan – rayuan atau paksaan paksaan untuk meninggalkan NU

Khittah 1926

Khittah adalah landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga NU yang harus tercermin dalam tingkah laku baik perorangan maupun organisasi atau dalm setiap proses pengambilan keputusan. Khittah adalah faham Islam Aswaja yang digali dari sejarah perjalanan NU dari masa kemasa dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Ada 9 ( sembilan ) butir isi Khittah Nahdliyyin

1. Mengenal sejarah berdirinya NU
2. Khittah sebagi landasan perjuangan NU
3. Paham Keagamaan NU
4. Sikap keagamaan NU
5. Perilaku dan cirri khas NU
6. Ikhtiar melakukan program garapan NU
7. Ulama sebagi pemegang pimpinan tertinggi NU
8. Keberadaan NU sebagai organisasi kemasyarakatn
9. Semangat ( ghiroh ) dalam mengamalkan khittah NU

Keberhasilan cita – cita perjuangan NU adalah tergantung dari pengamalan khittah para pimpinan dan warganya dalam meresapi, menghayati, gdan mengamalkan butir – butir khittah NU yang merupakan landasan perjuangan NU. Kembali ke khittah NU berarti kembali ke garis – garis perjuangan NU, embali ke organisasi jamiyyah Diniyyah Islamiyyah, meninggalkan kegiatan politik praktis balik menekuni kembali bidang agama, social, kemasyarakatan untuk berkhidmah kepada agama, negara dan bangsa.

Perkembangan dan Dinamika Perjuangan NU 

NU sebagai wadah perjuangan adalah alat untuk mempertahankan diri, memelihara, melestarikan dan mengamalkan ajaran islam ala ahlussunnah wal jamaah menuju rahmatan lil alamin.

Dinamika perjuangan NU adalah berkhidmat demi agama, bangsa dan Negara tidak pernah mengalami surut sejak berdirinya tahun 1926 hingga sekarang, hal tersebut dapat dilihat dalam perkembangan dan dinamika tersebut dibawah ini ;
 1918 : Mendirikan Nahdlatuttujjar ( Penggalangan Ekonomi )
 1922 : Mendirikan Taswirul Afkar ( Penggalangan budaya )
 1924 : Mendirikan Nahdlatul wathon ( Penggalangan bangsa )
 1926 : Mendirikan NU ( Nahdlatul Ulama/Kebangkitan Ulama ) diproklamirkan di Muktamar NU ke -1 di Surabaya, dan mengangkat Roisul Akbar Hadlatus Syaikh Hasyim Asy’ari
 1945 : Turut aktif dalam persiapan Kemerdekaan RI dan turut membidani lahirnya partai Masyumi
 1952 : NU Keluar dari Masyumi ( karena tidak ada Kecocokan )
 1954 : NU berubah menjadi partai politik ( Hasil Muktamar ke -20 )
 1955 : NU mengikuti pemilu pertam di Indonesia zaman orde lama
 1971 : NU mengikuti pemilu ke 2 zaman Orde baru
 1973 : NU diharuskan fusi meleburkan diri ke PPP Tahun
 1984 : NU menyatakan keluar dari PPP dan kembali ke khittah
 1926 ( hasil muktamar NU ke 27 di Situbondo Jatim)
 1998 : NU memfasilitasi berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB ) di era reformasi, jamiyyah NU tetap netral/khittah
 1999 : PKB partai yang difasilitasi PBNU mengikuti pemilu pertama di era reformasi. KH Abdurahman Wachid ( Gus Dur ) mantan Ketua PBNU terpilih sebagi presiden RI ke IV. NU mencanangkan kebangkitan ke II di Muktamar NU ke-30 di Lirboyo Kediri Jatim

Demikian sekilas perkembangan dan dinamika perjuangan NU yang tanpa mengenal berhenti patah dan tumbuh hilang berganti. Tua tua keladi semakin tua semakin jadi, tua tua kelapa semakin tua semakin berjasa.

AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH ASWAJA ALA NU 


      Sejarah ASWAJA Sewaktu Rasulullah masih hidup umat Islam merupakan satu barisan yang kuat, satu aqidah, satu wawasan dan berada dibawah bimbingan dari Rasul, begitu pula pada masa sahabat empat, pada masa ini umat Islam mulai tidak seutuh pada masa Nabi. 

Menurut para ahli sejarah mulai adanya firqoh yaitu mulai tahun 30 H, atau pada masa akhir tahun kekuasaan Usman bin Affan. Rasulullah bersabda : “Sungguh beriman lah engkau kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, qodar baik dan buruknya adalah dari Allah Taala”. 

Hadist tersebut menjelaskan bahwa diakhir zaman umat Islam akn pecah menjadi firqoh firqoh, satu dengan yang lain sulit didamaikan apalagi dipersatukan. Hal ini sudah menjadi fakta yang telah tercantum dalm kitab kitab ushuluddin. Firqoh firqoh itu ada 73 golongan yaitu; Syiah menjadi 22 aliran, Khawarij menjadi 20 aliran, Murjiah menjadi 5 aliran, Mu’tazilah menjadi 20 aliran, Najjariyah menjadi 3 aliran, Jabbariyah tetap satu golongan, Musabikhah satu aliran dan Alu Sunah wal Jamaah satu aliran. 

Istilah Ahlussunah wal Jama’ah terdiri dari tiga kata, yaitu ahl, as-sunah dan aljama’ah. 

1. Dalam Kamus al-munjid fil Lughah wal A’alam kata ahl mnegandung dua makna. Selain bermakna keluarga dan kerabat, ahl juga dapat berarti pemeluk aliran atau pengikut madzhab. 

2. Menurut istilah syara’ as-sunah ialah sebutan bagi jalan yang disukai dan dijalani dalam agama, sebagaimana dipraktikkan Rasulullah SAW, baik perkataan, perbuatan ataupun persetujuan Nabi Muhammad SAW, 

3. sedangkan al-jama’ah menurut syara’ ialah kelompok mayoritas dalam golongan islam. 

Dari pengertian etimologis di atas, maka makna Ahlussunnah wal Jama’ah dalam sejarah islam adalah golongan terbesar umat islam yang mengikuti system pemahaman islam, baik dalam tauhid dan fiqih dengan mengutamakan dalil AlQur’an dan hadist daripada dalil akal. 

Untuk menguatkan pengertian diatas terdapat bebarapa hadits yang diantaranya diriwayatkan oleh imam ibnu majah yang artinya “menyampaikan Rasulullah SAW akan pecah umatku menjadi 73 golongan, yang selamat satu golongan, dan sisanya akan hancur, ditanya siapakah yang selamat Rasulullah? Beliau menjawab Ahlussunnah wal Jama’ah, beliau ditanya lagi apa maksud dari Ahlussunnah wal Jama’ah? Beliau menjawab; golongan yang mengikuti sunahku dan sunah shahabatku”. 

Dalam hadist lain juga disebutkan “berpegang teguhlah kamu semua dengan sunah mu dan sunah khulafaur rasyidin yang semuanya memnperoleh petunjuk sesudahkau” (HR Abu Dawud dan Turmudzi)



PRINSIP-PRINSIP AJARAN MADZHAB DALAM NU 

a. Ajaran Ahlus Sunnah Wal jama’ah di Bidang Aqidah Golongan ahlussunah wal jama’ah dalam bidang akidah mengikuti rumusan imam Al-Asya’ari yang meliputi enam perkara yang lebih dikenal degan rukun iman. Beberapa contoh rumusan akidah Ahlus sunnah wal jama’ah adalah sebagai berikut : 

  1.Allah mempunyai sifat-sifat yang sempurna, sifat wajib adalah sifat-sifat yang harus ada pada Allah SWT yang berjumlah 20, sifat mustahil adalah sifat-sifat yang tidak boleh ada pada Allah yang berjumlah 20, dan sifat jaiz bagi Allah yang berjumlah 1 (satu) yaitu Allah itu boleh menciptakan sesuatu atau tidak. 

   2.Ahli kubur dapat memperoleh manfaat atas amal sholeh yang dihadiahkan orang mukmin yang masih hidup kepadanya seperti bacaan Al-Qur’an, dzikir, dan lain-lain. 

   3.Orang mukmin yang berdosa dan mati, nasibnya diakhirat terserah Allah, apakah akan diampuni atau mendapat siksa dahulu neraka yang bersifat tidak kekal. 

  4.Rezeki, jodoh, ajal, semuanya telah ditetapkan pada zaman azali. Perbuatan manusia telah ditakdirkan oleh Allah, tetapi manusia wajib berikhtiar untuk memilih amalnya yang baik. 

   5.Surga dan neraka serta penduduknya akan kekal selama-lamanya. Dan masih banyak prinsip-prinsip pokok akidah yang lain. 


b. Ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Bidang Syari’ah Dalam bidang syari’ah (fiqih) kaum Ahlus sunnah Wal jama’ah berpedoman pada empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali). Halhal yang perlu diketahui adalah : 

1. Membaca sholawat berarti menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya. 
2. Menyentuh dan membawa Al-Qur’an harus suci dari hadats kecil dan besar. 
3. Membaca tahlil, sholawat, surat yasin disunnahkan. 

    a. Tahlil berasal dari kata hallala, yuhallilu, tahlilan artinya membaca kalimat la ilaha illa llallah. Dimasyarakat NU sendiri berkembang pemahaman bahwa setiap pertemuan yang didalamnya dibaca kalimat itu secara bersama-sama dikhususkan untuk almarhum/almarhumah disebut majelis tahlil. Sebagaimana yang ercantum dalam hadits : Yasin adalah jantung Al-Qur’an, tidak membacanya seseorang yang mencari Ridho Allah dan pahala akhirat melainkan Allah mengampuninya, dan bacakanlah Yasin atas orang-orang mati kalian semua. (HR. Imam Ahmad) 

b. Dibaiyah adalah suatu acara pembacaan kitab Diba’, kitab yang isinya biografi, sejarah hidup dan kehidupan Rasulullah. Landasan dianjurkannya dibaiyah adalah dari hadits berikut : “Tersebut dalam sebuah atsar, Rasulullah pernah bersabda:”Siapa membuat sejarah orang mukmin (yang sudah meninggal) sama artinyamenghidupkannya kembali seolah-olah dia sedang mengunjunginya, siapa yang mengunjunginya Allah akan memberinya surga”. 

c. Membaca do’a qunut pada sholat shubuh disunnahkan. Dalam kitab Mughnil Muhtaj juz awal terdapat hadits berikut: Diriwayatkan dari imam Abu Hurairoh R. A , berkata : “Rosulullah SAW ketika bangun dari rukuk pada Roka’at yang kedua dalam sholat subuh beliau mengangkat kedua tanganNya dan membaca doa berikut: Allahummah ……” 

d. Ziarah kubur hukumnya sunnah bila bertujuan untuk mengambil pelajaran dan mengingat akhirat dan untuk mendo’akan orang Islam. Seperti diterangkan dalam hadits berikut: “berziaroh ke kuburlah kamu semua karena sesungguhnya dapat mengingatkan Akhirat. Dan Nabi Muhammad SAW telah berziarah ke kuburanyya sahabat-sahabat yang mati syahid dalam perang uhud dan kekuburan Ahlil Baqi’ kemudian beliau mengucapkan salam dan mendoakan mereka” (HR. Muslim, Imam Ahmad, Ibnu Majah) 

e. Mentalqin mayit disunahkan, adapun mentalqin mayit itu ialah mendiktekan si mayit yang baru saja dimakamkan untuk menirukan katakata tertentu dari si penuntun. Karena sesungguhnya si mayit bisa mendengar suara sandal orang-orang yang pulang sehabis mengantar jenazahnya, sebagaimana keterangan hadits berikut: Artinya : “seorang hamba ketika telah diletakkan kedalam kuburnya, dan ketika teman-temannya telah meninggalkannya sesungguhnya dia bisa mendengar suara sandal teman-temannya teersebut” (HR. Imam Bukhori muslim, Abu Dawud, Nasa’i) 

f. Sholat Tarawih 20 Roka’at, karena sesungguhnya Rasulullah SAW telah melakukan sholat tarawih sebanyak 20 Roka’at.

g. Peringatan 7 hari/ 40 hari orang meninggal atau Khaul Sudah jadi tradisi orang NU, kalau ada keluarga yang meninggal, malam harinya ada tamu-tamu yang bersilaturrahmi, baik tetangga dekat maupun jauh. Mereka ikut belasungkawa atas segala yang barusan menimpa, sambil mendoakan orang yang meninggal ataupun yang ditinggalkan juga ingin mengambil iktibar bahwa kita segera akan menyusul dikemudian hari, tradisi tersebut biasanya setelah mencapai 40 hari, 100 hari, 100 hari, setahun dan 1000 hari. Hadits yang dapat dibuat pegangan dalam masalah ini ialah: Imam Thawus berkata: Seorang yang mati akan beroleh ujian dari Allah dalam kuburnya selama 7 hari. Untuk itu sebaiknya mereka (yang masih hidup) mengadakan jamuan makan(sedekah) untuknya selama hari-hari tersebut. Sampai kata-kata : dari sahabat Ubaid ibn Umair, dia berkata: seorang mukmin dan seorang munafik sama-sama akan mengalami ujian dalam kubur. Bagi seorang mukmin akan beroleh ujian selama 7 hari sedang seorang munafik selama 40 hari diwaktu pagi. 

h. Istighotsah Asal kata Istighotsah adalah Al- Ghauts yang berarti meminta pertolongan Telah menjadi tradisi di kalangan para ulama Salaf dan Khalaf bahwa ketika mereka menghadapi kesulitan atau ada keperluan mereka mendatangi kuburan orang-orang Sholeh untuk berdoa disana dan mengambil berkahnya dan setelahnya permohonan mereka dikabulkan oleh Allah. Dalam kitab ‘Uddahal-Hishn al-Hashin disebutkan; “Diantara tempat dikabulkannya do’a adalah kuburan orang-orang Sholeh”


Ajaran Ahlussunnah Wal jama’ah di Bidang Akhlaq Kaum Ahlus sunnah Wal Jama’ah dalam bidang akhlaq atau tasawuf mengikuti imam Abu Qasim Al-Junaidi dan Imam Ghozali berkata “bahwa tujuan memperbaiki akhlaq itu adalah untuk membersihkan hati dari kotoran hawa nafsu dan marah, sehingga hati menjadi suci bagaikan cermin yang dapat menerima nur cahaya Tuhan”. Menurut imam Junaidim ada tiga tingkat dasar dalam menempuh tarekat : 1. Takhali, yaitu mengosongkan diri dari sifat-sifat tercela baik lahir maupun batin. 2. Tahali, yaitu mengisi diri dan membiasakan diri dengan sifatsifat terpuji. 3. Tajalli, yaitu mengamalkan sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT

Ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Bidang Sosial Kemasyarakatan dan Politik

Dalam bidang sosial kemasyarakatan dan politik, kaum Ahlus Sunnah Wal jama’ah mampunyai prinsip dan ciri khas yang berbeda dengan golongan lain. Dalam beberapa hal ada persamaan pendapat dan dalam hal lainnya ada perbedannya. Hal ini tampak jelas dalam beberapa masalah, antara lain : 

1. Masalah Khilafiyah Dalam masalah kepemimpinan dan pemerintahan wajib ditegakkan sebagai pewaris kepemimpinan Rasulullah SAW. namun bentuk kongkritnya diserahkan kepada umatnya sendiri, sebab dalam mengurus urusan dunia, ajaran Islam menyerahkannya pada umat dengan jalan bermusyawarah untuk memperoleh hasil yang terbaik dan bermanfaat. 

Allah berfirman yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman Taatlah kamu sekalian kepada Allah dan kepada Rasul-nya dan ulil Amri dari kamu sekalian” (Qs. An-Nisa’ : 59) Yang dimaksud ulil amri adalah khalifah penguasa yang kepemimpinannya wajib diikuti oleh rakyatnya, kewajiban mentaati disini dengan syarat pemerintahan harus dijalankan atas dasar prinsip kebenaran dan berlaku adil. 

2. Masalah Persaudaraan dan Perbedaan Pendapat Pendirian Ahlussunnah Wal jama’ah bahwa semua muslim adalah bersaudara dan jika, terjadi perbedaan pendapat (perselisihan) diusahakan “islah” (berdamai), menurut prosedur yang telah ditetapkan. Jika terjadi perselisihan dan kesalahan hasur dicari jalan keluarnya dan diperbaiki menurut tata cara yang disepakati. 

3. Masalah Dosa Perbuatan dosa adalah perbuatan yang dilakukan tidak berdasarkan perintah agama dan bertentangan dengan ajaran agama ahlus Sunnah Wal Jama’ah berpendirian bahwa setiap orang yang menyekini kebenaran syahadatain. Betapa besar dosanya, dia tetap dianggap sebagai muslim. Agar supaya kita tidak terjerumus dalam perbuatan dosa baik kecil maupun besar, maka perlu menyadari akibat perbuatan dosa yang kita lakukan. Dengan demikian kita dapat mengendalikan hawa nafsu dan berpikir lebih jauh setiap tindakan yang akan dilakukan dan akibatnya.

Friday, August 9, 2019

MENGENAL LEBIH DEKAT DENGAN IPNU



A. Kilas IPNU: Menapak Jejak, Membentuk Watak

Menelusuri jejak langkah keberadaan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (selanjutya disingkat IPNU), merupakan upaya yang harus selalu dilakukan. Ikhtiar ini adalah sebagai bentuk pencarian jati diri yang perlu dikontekstualisasikan dengan perkembangan zaman yang terus berkembang. Oleh siapa, untuk apa, kenapa dan bagaimana IPNU didirikan, merupakan hasil nyata dari jihad intelektual para pelajar NU dari berbagai daerah yang harus selalu terpatri dibenak kader-kader IPNU. Karena berangkat dari kesadaran inilah, secara lebih mudah militansi seorang kader bisa terbentuk.

Pelantikan 2015
Layaknya seekor harimau, kalau ia tak sadar akan jati dirinya, maka yang ia lakukan hanya menggeliat-geliat bagai cacing yang tak berdaya. Berbeda dengan seekor singa yang tahu betul bahwa jati dirinya adalah seekor raja hutan, maka ia akan selalu optimis, garang dan meraung dengan gagah sebagaimana jatidirinya yang asli dan fitri. Dari analogi semacam inilah, kenapa sejarah menjadi sangat penting untuk diangkat kembali. Agar pada kader lebih mengetahui dan menyadari siapakah dan apakah IPNU sebenarnya.

Selanjutnya, pasca momentum proklamasi kemerdekaan yang diikrarkan oleh Ir. Soekarno tahun 1945, berhasil menjadi pelecut tersendiri bagi kebangkitan semua elemen bangsa untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Kebangkitan ini, juga dirasakan secara merata oleh umat islam umumnya, dan Nahdlatul Ulama (NU) pada khusunya. Tak terkecuali gerakan pemuda islam juga turut larut dalam semangat kemerdekaan RI, upayanya dalam membentuk sebuah organisasi terlihat kian menggeliat pada era 1950-an. Dalam konteks pelajar NU, berhasil terekam berdirinya organisasi-organisasi keterpelajaran di berbagai daerah yang tersebar di Indonesia, khusunya di pulau Jawa.

Pada periode ini, muncul organisasi pelajar NU seperti
Persatuan Pelajar Nahdlatul Oelama (PERPENO) yang lahir tanggal 13 Juni 1953 di Kediri, 
Ikatan Siswa Mubalighin Nadlatul Oelama (IKSIMO) yang lahir pada kisaran tahun 1952 di Semarang, adapula Ikatan Pelajar Islam Nahdlatul Oelama (IPINO) yang lahir tahun 1953 di Bangil, 
dan di Surakarta pada 27 Desember 1953 lahir Ikatan Pelajar Nahdlatul Oelama (IPNO). 
Sementara di Malang,tercatat pernah lahir Persatoean Moerid NO (PAMNO) pada tahun 1941, di Madura terlahir Ijtima uth-tholabiah (Persatuan Siswa) pada tahun 1945 dan setahun kemudian di Sumbawa terlahir Ijtima uth-tholabah (ITNO).

Secara ringkas, organisasi-organisasi diatas masih bersifat kedaerahan dan berjalan dengan sendiri-sendiri. Kegiatannyapun masih bersifat rutinitas seperti tahlilan,yasinan, barzanjian/ diba‘an dan semacamnya. Diantara mereka tidak saling terkoordinsasi dengan baik, sehingga berakibat tidak saling kenalnya antara satu dengan yang lain, walaupun secara ideologis berada dalam satu mainstream yang sama, yaitu NU.

Di samping organisasi-organisasi di atas, lahir pula organisasi di luar komunitas NU yang tumbuh subur dikalangan pelajar dan mahasiswa, organisasi tersebut antara lain; Perkumpulan Pemuda Kristen Indonesia (PPKI), Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Sosialis (GMS) dan Pelajar Islam Indonesia (PII).

Dapat dilihat dari kondisi pergerakan di atas, bahwa dinamika organisasi tanah air mempunyai dua pola yang berbeda, yaitu organisasi keterpelajaran yang bersifat kedaerahan seperti yang direpresentasikan oleh pelajar NU di daerah-daerah, serta pola pergerakan organisasi yang sudah mapan hingga taraf nasional. Organisasi yang disebut diakhir ini malahan sudah mendapat legitimasi melalui Kongres Al-Islam pada tahun 1949, dengan hasil bahwa PII dinobatkan sebagai satu-satunya organisasi bagi pelajar muslim, serta eksistensi HMI yang menjadi satu-satunya organisasi mahasiswa islam yang diakui.

Kenyataan inilah yang berkonsekuensi berkumpulnya para pelajar-pelajar islam yang mempunyai beragam perspektif, yaitu dari kalangan islam modernis dan kalangan islam tradisionalis yang pada tahun 1940 s/d 1960-an sering terjadi friki-friksi tajam. Misalnya saja, sosok Tolchah Mansoer yang menjadi pioner pendirian IPNU secara nasional, merupakan jebolan dari PII dan HMI. Bahkan di Yogjakarta, ia berhasil menjabat sebagai Ketua Departemen Penerangan Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) dan pada tahun 1952 dipercaya sebagai Ketua I Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Yogjakarta. 

Bahkan ia pernah diamanhkan menjadi wakil ketua Panitia Kongres Persatuan Perhimpunan Mahasiswa Indonsia. Perlu diketahui bagi kader-kader IPNU saat itu, termasuk Tolchah Mandoer berafiliasi dalam PII dan HMI lebih disebabkan karena pada saat itu hanya kedua organisasi inilah yang merepresentasikan pelajar dan mahasiswa islam yang bersifat nasional. Sementara itu yang telah diketahui, organisasi-organisasi NU kala itu masih bersifat lokal.



Lebih jauh lagi, masuknya Tolchah Mansoer ke dalam PII dan HMI dapat dilihat sebagai kecenderungan umum pelajar dari kalangan islam tradisionalis saat itu. Karena, selama pasca revolusi kemerdekaan, kalangan pelajar dari keluarga islam tradisionalis tidak memiliki pilihan lain kecuali bergabung dengan PII dan HMI jika ingin berorganisasi. 

Alasannya bukan hanya karena afiliasi NU dan Masyumi hingga tahun 1952 dan keputusan Kongres Al-Islam pada tahun 1949 seperti yang sudah dijelaskan diatas, namun lebih penting lagi karena pelajar yang berlatar belakang pada kalangan tradisionalis yang masuk ke sekolah-sekolah modern relatif sedikit. Sehingga, para mahasiswa tradisionalis yang mulai banyak masuk di universitas pada era 1950-an juga bergabung dengan HMI sebelum mendirikan organisasi pelajar tradisionalisnya sendiri (baca: IPNU). Mahasiswa-mahasiswa tersebut antara lain, Tolchah Mansoer (UGM), Ismail Makky (IAIN Yogjakarta), Mahbub Djunaidi (Universitas Indonesia).

Namun, keikutsertaan kalangan pelajar nahdliyin kedalam dua organisasi tersebut bukan tanpa masalah. Masalahnya justeru terkait kontestasi politik para ―orang tuanya yang berafiliasi dengan NU dan Masyumi. Karena kala itu, konstestasi antar kalangan modernis dan tradisonalis sudah merambah sampai kalangan pelajarnya.

Bahkan Ismail Makky mengakui hal itu, bahwa kegelisahannya muncul dikarenakan organisasi pelajar yang ada kurang mengakomodir keberadaan pelajar-pelajar dari kalangan pesantren, wal hasil kalangan pesantren tidak ada yang mengurus. Sehingga, kondisi inilah yang membuat Tolchah dan Ismail terinspirasi untuk membuat sebuah wadah organisasi tersendiri bagi kalangan islam tradisionalis yang terangkum dalam tiga kelompok sasaran, yakni sekolah, pesantren dan universitas.

1. Munculnya Tunas NU; Sebuah Harapan Baru

Setelah melihat dinamika pergerakan pelajar diatas, maka sudah barang tentu bagi kalangan tradisionalis yang lebih banyak direpresentasikan oleh kalangan NU memperoleh dampak yang kurang mengenakkan. Hal tersebut dikarenakan termarginalkannya kalangan pesantren dalam percaturan organisasi pelajar pada skala nasiional. Sehingga, kegelisahan untuk membentuk sebuah wadah organisasi tersendiri bagi anak muda nahdliyin-pun kian dirasa untuk segera direalisasikan.

Sehingga, beberapa aktifis mahasiswa di Yogjakarta, Solo dan semarang bertekad untuk membetuk sebuah organisasi pelajar NU yang berskala nasional. Mereka lazim mengkonsolidasikan gagasannya tersebut dengan berdiskusi guna mendalami hal-hal terkait persiapan pendirian organisasi pelajar di kalangan tradisionalis itu. Para mahasiswa yang concern dalam memperhatikan nasib generasi muda NU ke depan ini, sering berkumpul di rumah kos-kosan di daerah Bumijo, Yogjakarta (kawasan sebelah barat perempatan Tugu) guna merumuskan dengan matang gerakan kaum muda NU tersebut.

Desakan akan kebutuhan terhadap wadah pembinaan pelajar NU inipun, disambut dengan momentum diselenggarakannnya Konferensi LP. Ma‘arif di Semarang pada bulan Februari 1954. Sehingga, gagasan progresif kaum muda NU tersebut dijadikan sebagai salah satu agenda pembahasan dalam pelaksanaan Konferensi. Secara ringkas, akhirnya dalam Konferensi LP Ma‘arif kala itu, berhasil mengesahkan berdirinya organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) yang saat itu bertepatan pada tanggal 24 Februari 1954/ 20 Jumadil Akhir 1373 H. walhasil, tanggal inilah yang dinobatkan sebagai hari lahirnya organisasi pelajar NU pada skala nasional.

Dalam perhelatan tersebut, sosok Tolchah Mansoer dipercaya menjadi Ketua Umum IPNU meskipun saat itu ia berhalangan hadir. Penunjukkan Tolchah ini dirasa tepat karena figurnya merepresentasikan secara ideal dalam mengintegrasikan pola pendidikan umum dan pesantren. Seperti yang diketahui, Tolchah merupakan sedikit dari kalangan islam tradisionalis yang mengenyam pendidikan umum, namun juga mampu memanifestasikan pemikirannya yang berakar dari logika pesantren.

Selanjutnya, pasca deklarasi pendirian IPNU melalui muktamar LP Ma‘arif, tepatnya dua bulan kemudian pada tanggal 30 April s/d 1 Mei 1954, IPNU menyelenggaran Konferensi ―Segi Lima. Kenapa Konferensi ini disebut segi lima? karena pada saat itu dihadiri oleh kalangan assabiqunal awwalun IPNU yang terdiri dari Jombang, Yogjakarta, Solo,Semarang dan Kediri.

Menurut Tolchah, Konferensi segi lima ini merupakan konsolidasi pertama setelah tak lama IPNU secara resmi didirikan. Yang menarik dalam konferensi ini, sekaligus sebagai sorotoan kader-kader IPNU masa kini, bahwa pertemuan ini berhasil melahirkan keputusan yang bisa dijadikan sebagai acuan gerakan dalam mengaktualisasikan program kerja pada berbagai macam skala (baik ranting , komisariat, cabang sampai pusat).

Keputusan itu dapat disebutkan antara lain;

1) menjadikan Ahlusunnah wal jamaah sebagai asas organisasi, 
2) tujuan organisasi yakni turut andil dalam mengemban risalah islamiyah, 
3) mendorong kualitas pendidikan agar lebih baik dan merata, serta 
4) mengkonsolidir kalangan pelajar. 

Visi yang dibangun pada era perta ini, secara lebih universal dijadikan sebagai media dalam menghimpun seluruh potensi kader di seluruh Indonesia yang terhimpun dalam tiga kelompok sasaran, yakni pelajar, santri dan mahasiswa.

2. Menyemai Gagasan, Merangkai Momentum

Perjalanan IPNU yang sudah mencapai setengah abad lebih, merupakan prestasi tersendiri yang harus selalu disyukuri dan apresiasi. Capaian tersebut, tak lain karena didukung oleh komitmen bersama semua elemen pelajar dari kalangan NU di Indonesia yang masih menganggap bahwa organisasi ini merupakan kebutuhan mendasar yang wajib untuk dipertahankan eksistensinya.

Usianya yang sudah mencapai enam dasawarsa lebih pada tahun 2018 inipun, tentunya diiringi dengan peluh perjuangan yang tidak mudah. Berbagai macam hambatan dan ancaman merupakan rintangan yang mampu dieliminir sebagai bentuk perjuangan bersama dalam ranga turut mencerdaskan kehidupan bangsa.

Rekam jejak 64 tahun perjalanan IPNU sudah barang tentu telah berhasil menancapkan gagasan brilian yang menjelma menjadi prasasti monumental yang patut untuk diteladani. Tak bisa dipungkiri, beberapa diantaranya harus diiringi dengan ―perseteruan pemikiran antar kader NU yang tidak jarang menimbulkan ketegangan. Namun realitas demikian bukanlah hal yang negatif, malah hal itu menjadi sumbangsih khazanah pergulatan intelektual yang harus tetap diasah dalam perjalanan sejarah guna memperkokoh eksistensi IPNU dalam mengaruhi ombak peradaban.

Percikan gagasan yang telah menjelma menjadi prestasi sejarah tersebut, berhasil direkam dalam beberapa point krusial yang antara lain dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Tepat pada tanggal 24 Februari 1954/ 20 Jumadil Akhir 1373 dalam Konferensi Besar LP Maarif, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) secara resmi didirikan.

2. Dilaksanakannya Konferensi Segi Lima pada tanggal 30 April s/d 1 Mei 1954 meliputi daerah Yogjakarta, Jombang, Kediri, Solo dan Semarang yang menghasilkan kebijakan antara lain; asas organisasi adalah ahlu sunnah wal jama’ah, wilayah garapan khusus putra, tujuan organisasi adalah mnegokohkan ajaran islam sekaligus risalah diniyah, meninggikan dan menyempurnakan pendidikan islam, serta menghimpun seluruh potensi pelajar di seluruh Indonesia. Serta menetapkan Yogjakarta sebagai kantor pusat Organisasi IPNU.

3. Pada Muktamar NU ke-20 di Surabaya pada tanggal 9-14 September 1954, IPNU secara resmi diakui sebagai satu-satunya organisasi pelajar putra yang berada dalam naungan NU. Dalam muktamar tersebut, Tolchah Mansoer menyampaikan gagasan pentingnya organisasi pelajar di kalangan NU pada sidang muktamirin pada tanggal 14 September. Selain Tolchah, kader-kader IPNU yang ikut dalam sidang tersebut antara lain M.Sufyan Cholil, M. Najib Abdulwahab, Abdul Ghani Farida dan M. Asro.

4. Pada tanggal 28 Februari s/d 5 maret 1955 dilaksanakan Muktamar (kongres) IPNU pertama di Malang, yang dihadiri oleh 30 cabang yang sebagian besar dari Jawa Timur, serta beberapa undangan dan beberapa pesantren simpatisan. Panitia Muktamar berkantor di jalan Kidul Dalam No 49, telp; 898 Malang. Perhelatan tersebut digelar di Pendopo Kabupaten Malang dan semakin meriah karena di hadiri langsung oleh Presiden Soekarno, wakil perdana Menteri (Zainul Arifin), Menteri Agama RI (KH Masykur) yang masing-masing memberikan sambutan. Sedangkan dalam jajaran PBNU dihadiri langsung oleh Rais Amm (KH Wahab Hasbullah), Ketua Umum Partai NU (KH Dachlan), Ketua Umum PB LP Ma‘arif NU (KH Syukri Ghazali). Adapun
 
pidato kenegaraan Bung Karno disiarkan langsung oleh RRI dan berbagai macam media massa.

5. Pada pada tanggal 1-4 Januari 1957 di Pekalongan dilaksanakan Konggres II IPNU dan terpilih sebagai ketua Umum M. Tolchah Mansyur, dan kebijakan yang dihasilkan antara lain; 1) Pembentukan wilayah-wilayah; 2) Mengkaji keterkaitan dengan lembaga Pendidikan Ma‘arif; 3) Berpartisipasi dalam pembelaan negara; 4) Mempersiapkan berdirinya departemen kemahasiswaan.

6. Konggres III IPNU dilaksanakan pada tgl. 27-31 Desember 1958, terpilih sebagai ketua Umum adalah M. Tolchah Mansyur, dan kebijakan yang dihasilkan yaitu: 1) Mendirikan Departemen Perguruan Tinggi; 2) Mempersiapkan pembentukan cabang-cabang; 3) Berpartisipasi dalam pertahanan negara; 4) Mempersiapkan CBP (Corp Brigade Pembangunan).

7. Dilaksanakan sebuah kegaiatan yang bertajuk Konferensi Besar I pada tanggal 17 April 1960 di Surabaya yang akhirnya mendeklarasikan berdirinya PMII yang awalnya merupakan departemen kemahasiswaan IPNU, juga merumuskan tentang kondisi negara sebagai rasa sikap tanggungjawab IPNU-IPPNU sebagai generasi penerus.

8. Konggres IV IPNU dilaksanakan pada tanggal 11-14 Pebruari 1961 di Surabaya, terpilih lagi sebagai Ketua Umum M. Tolchah Mansyur, akan tetapi mengundurkan diri dan akhirnya digantikan Ismail Makky dan kebijakan yang dihasilkan antara lain: 1) Mempersiapkan pembentukan cabang-cabang; 2)

Berpartisipasi dalam pertahanan negara, 3) Mempersiapkan pembentukan CBP (Corp Brigade Pembangunan).
9. Konggres V IPNU dilaksanakan pada bulan Juli 1963 di Purwokerto, terpilih lagi sebagai Ketua Umum Ismail Makky dan kebijakan yang dihasilkan yaitu: 1) Merekomendasikan KH. Hasyim As‘ari untuk diangkat sebagai pahlawan Nasional; 2) Mempersiapkan pembentukan cabang-cabang; 3) Berpartisipasi dalam pertahanan negara; 4) Mempersiapkan pembentukan CBP (Corp Brigade Pembangunan).
10. Konggres VI IPNU di Surabaya dilaksanakan pada 20-24 Agustus 1966 bersaman dengan PORSENI Nasional, terpilih sebagai ketua Umum Asnawi Latif dan kebijakan yang dihasilkan yaitu:
1) Lahirnya IPNU sebagai Badan Otonom NU;
2) Memindahkan sekretariat Pusat dari Yogyakarta ke Jakarta;
3) Ikut langsung dalam pembersihan G30S/PKI di daerah-daerah;
4) Perkembangan politik praktis memaksa NU dan banomnya terseret
untuk berkiprah;
5) Perkembangan pesat pada olah raga dan seni

11. Pada tanggal 20-24 Agustus 1976 di Jakarta dilaksanakan Konggres VIII IPNU, terpilih sebagai Ketua Umum Tosari Wijaya dan kebijakan yang dihasilkan antara lain: 1) Mengamanatkan pendirian departemen kemahasiswaan; 2) Kiprah IPNU didunia politik mempunyai dampak negatif dan menghambat program pembinaan khususnya dilingkungan

sekolah dan kampus serta masyarakat bawah. Meskipun disisi lain memperoleh keuntungan.
12. Konggres IX IPNU dilaksanakan pada tahun 1981 di Cirebon, terpilih sebagai Ketua Umum Ahsin Zaidi dan Sekjen S. Abdurrahman sedang kebijakan yang dihasilkan yaitu: Perkembangan IPNU nampak menurun sebagaimana perkembangan politik negara, dan NU sebagai partai politik (PPP) berimbas pada IPNU, setelah itu UU no. 3 tahu 1985 tentang UU ORSOSPOL dan UU. 8 tahun 1985 tentang Keormasan yang mengharuskan IPNU hengkang dari Sekolahan/
13. Konggres X IPNU dilaksanakan pada tgl.29-30 Januari 1988 di Jombang, terpilih sebagai Ketua Umum Zainut Tauhid Sa‘ady dan kebijakan yang dihasilkan antara lain: 1) Penerimaan Pancasila sebagai asas IPNU; 2) Lahirnya deklarasi perubahan nama dari Pelajar menjadi Putra NU.
14. Konggres XI IPNU dilaksanakan pada tgl.23-27 Desember 1991 di Lasem Rembang, terpilih sebagai Ketua Umum Zainut Tauhid Sa‘ady dan kebijakan yang dihasilkan antara lain: 1) Rekomendasi pada pemerintah untuk pembubaran SDSB; 2) Pelaksaan kegiatan IPNU tanpa keterikatan dengan IPPNU; 3) Pelaksanaan kegiatan harus diteruskan pada struktur hingga kebawah
15. Konggres XIII IPNU dilaksanakan pada tgl.23-26 Maret 2000 di Maros Makassar, Sulawesi Selatan, terpilih sebagai Ketua Umum Abdullah Azwar Anas dan kebijakan yang dihasilkan antara lain: 1)

Mengembalikan IPNU pada visi kepelajaran, sebagaimana tujuan awal pendiriannya; 2) Menumbuh kembangkan IPNU pada basis perjuangan, yaitu sekolah dan pondok pesantren; 3) Mengembalikan CBP sebagai kelompok kedisplinan, kepanduan serta kepencinta-alaman.




Our Blog

55 Cups
Average weekly coffee drank
9000 Lines
Average weekly lines of code
400 Customers
Average yearly happy clients

Our Team

Tim Malkovic
Ketua
David Bell
Ketua
Eve Stinger
Ketua
Will Peters
Ketua

Contact

Talk to us

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Dolores iusto fugit esse soluta quae debitis quibusdam harum voluptatem, maxime, aliquam sequi. Tempora ipsum magni unde velit corporis fuga, necessitatibus blanditiis.

Gedung MWC NU Patimuan

Jl. Sawunggalih Cinyawang, Patimuan, Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia 53264

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 5pm

Phone:

-